Hidup Bersama iPad
Semenjak Steve Jobs kembali ke Apple Computer -perusahaan yang didirikannya secara patungan bersama Steve Wozniak di era 70-an-, ia telah menelurkan banyak inovasi yang bukan hanya inovatif, tapi juga mampu menyetir arah trend industri komputer. Resepnya serderhana: desain simpel nan menarik serta fungsionalitas yang terbatas tapi tepat guna. Produk buatan Apple, mulai dari iMac (1998) hingga iPhone menganut filosofi serupa, yang telah terbukti efektif selama ini.
Terakhir, sekitar setahun lalu, Apple Computer membuat geger dunia IT dengan menelurkan iPad, sebuah perangkat yang tampak seperti komputer masa depan dari film fiksi ilmiah. Sebenarnya Apple bukan yang pertama kali muncul dengan ide komputer tablet, karena konsep sejenis sudah pernah dikemukakan sebelumnya lewat Ultra Mobile PC (UMPC) di permulaan dekade 2000-an. Meskipun bukan yang pertama, (sekali lagi) Apple terbukti sukses besar. Gadget besutan mereka ini laris manis walau sebelumnya sempat dipandang sinis oleh beberapa kalangan.
Dalam hati, mereka yang belum pernah menggunakan iPad mungkin bertanya-tanya, “Apa sih gunanya iPad ini?”. Nah, pepatah “tak kenal maka tak sayang” juga berlaku di dunia komputer. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, saya mencoba melibatkan iPad dalam kehidupan pribadi saya, mulai dari aktivitas di kantor, dalam perjalanan, maupun ketika bersantai di rumah. Setelah lebih jauh mengenal perangkat ini, ternyata pandangan awal saya yang sedikit skeptis terhadap iPad menjadi berubah. Berikut ini hasil penjelajahan saya!
Apple iPad: Kesan Pertama Begitu Menggoda, Selanjutnya…?
Cerita saya bermula ketika sebuah iPad mendarat di meja kerja di rumah. Begitu melihatnya, rasa penasaran langsung menyergap. Terus terang saja, walaupun memiliki sebuah iPod touch dan pernah mencoba menggunakan iPhone, saya sama sekali belum familiar dengan komputer tablet bernama iPad. Maklum, harganya yang relatif mahal menjauhkan perangkat ini dari jangkauan saya. Begitu membuka kotak kemasannya yang terlihat sederhana dengan tema warna putih, saya dibuat terkesima oleh apa yang saya temukan di dalamnya.





Sekilas, iPad tampak seperti sebuah iPhone berukuran besar. Selain desain fisik kedua perangkat tersebut yang bagaikan pinang dibelah dua, OS merekapun (iOS) dilengkapi user interface yang serupa.
Selain unit tablet utamanya, tidak banyak terdapat perlengkapan lain di dalam kemasan iPad. Saya hanya menemukan adaptor beserta kabel USB yang diperlukan untuk mengisi baterai perangkat ini. iPad mampu bertahan hidup hingga 10 jam dengan baterai penuh. Selain itu, juga terdapat panduan singkat multi-bahasa dalam bentuk leaflet.


Inilah unit adaptor iPad. Listrik disalurkan ke iPad melalui port USB yang terdapat di bagian belakang. Karena proses charging dilakukan dengan menggunakan interface USB, Anda dapat pula mengisi baterai iPad melalui port USB. Akan tetapi, hanya port USB yang mampu menyalurkan listrik sebesar paling tidak 1000 mA (1000 mA x 5 volt = 5 watt) seperti yang terdapat pada beberapa motherboard keluaran terbaru saja yang dapat digunakan untuk mengisi baterai iPad. Kebanyakan port USB yang hanya bisa menyediakan arus listrik sebesar 500 mA (500 mA x 5 volt = hanya 2,5 watt) sehingga tidak dapat dimanfaatkan untuk men-charge perangkat ini.













