Review Homefront: Penantian yang Mengecewakan!
Eksekusi Cerita Yang Kurang Sempurna
Plot yang dibawa oleh Homefront memang patut diacungi dua jempol karena keberanian dan kemampuannya menggunakan fakta sebagai elemen memperkaya cerita fiksi yang dihadirkan. Namun ketika kita menyinggung masalah eksekusi dalam sebuah bentuk visualisasi game? Anda akan merasakan kekecewaan yang mendalam. Homefront tampil begitu buruk.

Impresi pertama sebuah game tentu hadir dari kualitas grafis game yang dihadirkan. Sebuah game yang dikerjakan dengan serius biasanya akan memaksimalkan kemampuan sebuah konsol hingga batas tertinggi. Sayangnya, Anda tidak akan menemukannnya di dalam Homefront. Visualisasi game ini begitu buruk hingga Anda akan bingung sendiri untuk menilainya. Entah apa yang berada di pikiran THQ dan KAOS Studios ketika memberikan konfirmasi final untuk merilis game ini ke publik. Anda akan menemukan kualitas grafis dimana para pengembang seolah baru pertama kali mengembangkan game untuk konsol XBOX 360 atau Playstation 3. Kasar dan tanpa detail menjadi pemandangan yang akan terus Anda lihat sepanjang permainan.


Hal-hal kecil yang seharusnya dapat membuat sebuah game mampu tampil dengan baik malah terlupakan. Anda akan melihat tubuh setiap karakter yang ada di game ini memiliki “selubung hitam”, seolah-olah menjadi sebuah efek shadow yang tidak disempurnakan. Belum lagi kita membicarakan enviromental sounds dan effects yang memperkaya sebuah game. Di game ini, semua hal tersebut menghilang begitu saja. Anda tidak akan mendengar bunyi besi ditembak jika Anda melontarkan peluru ke arah material yang “seharusnya” terbuat dari besi. Anda juga tidak akan melihat debu dan tanah beterbangan dengan hebatnya ketika granat yang Anda lempar meledak. Bayangkan untuk sebuah efek ledakan granat, Anda hanya akan menemukan sedikit bunyi dengan asap tipis, tak berbeda seperti orang Indonesia yang memainkan petasan di tepi jalan. Mengecewakan.

Sepertinya memang tidak akan habis membicarakan kekurangan game ini, karena jujur saja saya secara pribadi cukup kesal waktu memainkannya. Ekspektasi yang selama ini dibangun seolah lenyap begitu saja tanpa ada satupun yang terpenuhi kecuali plot yang ada.


Anda tidak akan menemukan bekas tembakan peluru di dinding rumah dengan efek yang desktrutif dan banyak. Beberapa peluru saja sudah membuat game ini harus menutup celah peluru yang lain, membuatnya semakin menjadi tidak real. Beberapa karakter pendukung bahkan tampil dalam efek dua dimensi yang ditempelkan begitu saja. Ketika Anda harus menyelamatkan seorang ibu dan bayi dalam misi-misi awal, jika Anda memperhatikan muka si bayi, Anda akan menemukan wajah berbentuk cekung. Membuat saya ingat pada kualitas grafis di zaman Playstation 1.
Tidak Ada Elemen Baru, Justru Memburuk
Untuk mengalahkan atau minimal berkompetisi dengan franchise besar yang menguasai pasar seperti Call of Duty, sebuah kewajiban bagi Homefront untuk menghadirkan sesuatu yang unik di dalamnya. Sayangnya, hal tersebut tidak berhasil dibawa oleh THQ dan Kaos Studios. Homefront benar-benar hadir seperti penjiplakan mentah-mentah tanpa ada sesuatu pun yang baru.


Plot mungkin unik, namun pertarungan senjata masih sama seperti FPS lainnya. Senjata dengan pilihan pembidik dan laser bahkan sudah Anda temukan di zaman Modern Warfare 2 lalu. Anda masih harus menggunakan senjata-senjata yang ada untuk membunuh musuh yang boleh dikatakan tidak terlalu pintar. Dalam beberapa misi Anda akan ditugaskan untuk menggunakan senjata berat yang melibatkan peralatan militer yang tampaknya “canggih”, namun sayangnya tidak mampu menghadirkan pengalaman yang menegangkan sama sekali. Sangat disayangkan.

Bagaimana dengan AI musuhnya sendiri? Jangan berharap apapun. Dua kelemahan dalam sistem musuh yang ada di game ini benar-benar fatal. Yang pertama adalah SCRIPTED. Bayangkan, di zaman konsol yang telah maju saat ini masih ada game yang diisi dengan AI Scripted. Ketika Anda mati dan mengulang suatu level dari checkpoint tertentu, Anda akan menemukan musuh yang sama dengan pola gerakan dan aksi yang sama, berulang-ulang hadir di tempat yang sama, membuatnya menjadi mudah terbaca. Kelemahan kedua adalah sistem CHECKPOINT dalam melahirkan musuh. Anda akan terus-menerus menghadapi musuh yang hadir seolah tidak terbatas sebelum kaki Anda menginjak point tertentu di level. Musuh akan datang dengan jumlah, bentuk, senjata, dan pola yang sama. Perlu diingat, peluru Anda terbatas. Cara yang terbaik? Bunuh musuh yang ada, lalu lari ke tujuan secepatnya sebelum musuh terus-menerus respawn. Pikiran saya ketika pertama kali memperhatikannya, “What the?”
Musuh juga tidak akan menyerang Anda dengan pola yang sistematis. Jangan bingung ketika Anda menemukan ada lima orang tentara KPA berbaris tegak lurus seperti barisan anak sekolah dan mulai menembaki karakter Anda. Membunuh mereka? Segampang membalikkan telapak tangan. Tembaki saja yang di depan dan terus memuntahkan peluru, dalam waktu singkat lima tentara tersebut akan tewas. Sebuah kelemahan AI yang menyedihkan.

Seperti emotional roller-coaster yang berjalan cepat, Anda akan dibawa ke dalam berbagai event pertarungan yang menyentuh adrenalin Anda. Namun ketika Anda berada di penghujung permainan dan mengharapkan sebuah ending yang membuat Anda puas dan duduk lega, Anda langsung dikecewakan. Homefront tidak akan memberikan apapun dari itu.













