Review ZTE Light: Tablet Android dengan Fitur Lengkap dan Harga Bersahabat
Operating System: Froyo dengan Market
Saat pertama kali diluncurkan di Eropa akhir 2010, ZTE Light masih menggunakan sistem operasi Android versi 2.1 (Éclair) yang dapat di-upgrade ke versi 2.2. Namun, versi yang kami terima sudah datang dengan OS Android versi 2.2 (Froyo) secara default. Salah satu kelebihan utama Froyo dibanding Éclair adalah kemampuannya untuk meng-install aplikasi di dalam memory card sehingga menghemat kapasitas memori on-board.




ZTE juga melengkapi tablet ini dengan akses ke Android market sehingga Anda dapat mengunduh ribuan program yang terdapat di dalamnya. Cukup membuat account google dan Anda bisa segera mulai mengunduh aplikasi-aplikasi tersebut. Sebagai informasi, tidak semua tablet Android yang tersedia di pasaran menyediakan fitur Android Market.

Salah satu fitur utama dari tablet ini adalah dukungan Dolby Mobile yang diimplementasikan di player audio dan video dari ZTE Light. Saat playback musik atau film, Anda dapat mengaktifkan fitur Dolby Mobile untuk mendapatkan staging suara yang lebih luas. Fitur ini akan jauh lebih terasa saat menggunakan headphone. Handsfree yang dibundel menghasilkan suara cukup bagus. Akan tetapi, untuk hasil optimal, sebaiknya gunakan sepasang headphone yang lebih berkualitas.
Saat fitur Dolby Mobile diaktifkan, Anda dapat mengakses equalizer melalui tombol menu. Di samping beberapa preset yang disediakan, terdapat dua menu custom setting di mana Anda bisa menyimpan setelan equalizer Anda sendiri.



Sayangnya, fitur Dolby Mobile ini tidak didukung kemampuan multimedia yang memadai dari ZTE Light. Berdasarkan pengalaman kami, player video perangkat ini hanya mau memainkan format AVI/MP4 dengan codec H.264 dan H.263, itu pun terbatas di resolusi yang tidak lebih tinggi dari 800×480. Player audio pun setali tiga uang, dengan dukungan format terbatas untuk MP3, WAV, dan AAC.
Satu fitur lain yang cukup menarik adalah kemampuan ZTE Light untuk berubah menjadi perangkat untuk tethering dengan komputer dan berubah menjadi WiFi access point. Hal ini dimungkinkan karena OS Android versi 2.2 yang digunakan tablet ini. Caranya mudah, cukup dengan mengaktifkan fitur tersebut melalui menu settings dan mengatur beberapa setelan konfigurasi. Operation mode yang digunakan adalah infrastructure sehingga access point ZTE Light dapat dideteksi dan digunakan oleh komputer dan perangkat mobile lainnya seperti smartphone BlackBerry.

Soal responsiveness, prosesor berkecepatan 600 MHz yang digunakan tablet ini sudah cukup untuk membuat ZTE Light terasa responsif saat kami mencoba bernavigasi menggunakan user interface Android, menjalankan program, dan melakukan multitasking. Terdapat sedikit delay saat berpindah di antara layar homescreen dengan menyapukan jari, tapi tidak terlalu kentara. Namun, kinerja tablet ini akan melambat cukup sigifikan saat terdapat banyak program yang berjalan secara bersamaan atau ketika memori internal hampir penuh terisi aplikasi. Selain itu, karena menggunakan layar sentuh jenis resistive, ZTE Light tidak mendukung fitur multi-touch. Hal ini agak membatasi kebebasan penggunanya di beberapa aplikasi yang sebenarnya mampu memanfaatkan fitur tersebut.













