Tarung: City of Darkness
Berapa banyak film action yang pernah dibuat oleh sutradara dalam negeri? Jawabannya: masih sangat sedikit. Dari beberapa film action Indonesia yang pernah ada, hanya beberapa yang mendulang sukses dan berhasil mencuri perhatian masyarakat dan kritikus film. Trilogi Merah Putih, Merantau, Pirate Brothers, The Raid (akan datang) mungkin bisa dikategorikan sebagai film action Indonesia yang sukses. Namun, kenyataannya, seluruh film yang saya sebutkan di atas mendapatkan campur tangan pihak asing.
Lalu, adakah film action Indonesia (baca: dibuat, dikerjakan, dan dimainkan oleh orang Indonesia asli) yang benar-benar berkualitas dan mampu bersaing dengan film-film action Hollywood, atau setidaknya film action Asia lainnya? Jawaban saya: belum ada.
Baru-baru ini, saya mendapatkan undangan screening sebuah film Indonesia bergenre action. Mengetahui genre-nya, saya sedikit skeptis mengingat film-film bergenre lain dengan level yang lebih mudah saja terkadang dikemas dengan asal-asalan dan terkesan hanya mengedepankan komersialisme semata. Bagi saya, pengemasan film action membutuhkan teknik yang lebih kompleks dan proses pengerjaannya tentu jauh lebih sulit dari genre lainnya. Let’s see, then..

Tarung adalah film bergenre action yang disutradarai oleh Nayato Fio Nuala. Jika Anda jeli, pastinya Anda akan membelalakkan mata mendengar nama sutradara yang satu ini. Yep, Nayato Fio Nuala a.k.a Koya Pagoya a.k.a Ian Jacobs a.k.a Pingkan Utari sangat terkenal di dunia perfilman horor Indonesia. Ingatkah Anda dengan film Hantu Jeruk Purut, Kain Kafan Perawan, Kuntilanak Kesurupan, Kepergok Pocong, dan film-film lainnya yang juga menggunakan kata “Pocong”, “Kuntilanak”, dan “Perawan” di judul-judulnya? Jika Anda termasuk salah satu orang yang mengernyitkan dahi ketika menyaksikan film-film tersebut, pastinya Anda sudah bisa menduga apa yang akan terjadi dengan dahi Anda saat menyaksikan film ini.

Film ini berkisah mengenai empat orang pemuda, Reno (Volland Humonggio), Choky (Khrisna Putra), Daud (Daud Radex), dan Galang (Guntur Triyoga), yang tumbuh bersama di panti asuhan. Keempat anak ini tumbuh menjadi preman yang menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan, mencuri DVD bajakan, menjadi kurir narkoba atau menghabiskan waktu di diskotek. Keempat pemuda tersebut terlibat konflik dengan sebuah gang Reno yang masih menyimpan dendam kepada Reno yang telah membunuh salah satu anggota gang tersebut. Di sisi lain, Galang jatuh hati kepada seorang wanita penghibur ++ (baca: pelacur), Astrid (Cinta Dewi), dan bertekad untuk mengeluarkan Astrid dari lingkungan tersebut. Caranya? Dengan melawan germo kejam yang menguasai Astrid. Berhasilkah keempat pemuda tersebut menyelesaikan masalah mereka? Tentunya, masalah-masalah tersebut tidak bisa diselesaikan dengan jalan damai, namun harus dengan jalan kekerasan!
Plot yang Berantakan
Mari kembali mengingat salah satu film Nayato yang sempat menjadikannya Sutradara Terbaik di FFI 2006, Ekskul. Film tersebut menggunakan teknik sinematografi yang gelap, cenderung remang-remang dengan angle pengambilan kamera yang cepat. Teknik ini tidak hanya digunakan di film Ekskul, namun di semua film gubahan Nayato, termasuk Tarung. Bahkan, saking cepatnya pergerakan kamera, penonton tidak berhasil menyelami tiap adegan yang disajikan, menjadi film ini seperti kumpulan adegan pukul-pukulan dengan plot yang tidak jelas. Banyak missing puzzle di film ini yang membuat penonton kebingungan dan sesekali menghentakkan kepala ke kursi (I did it, seriously).

Plot dan fondasi cerita yang tidak kuat membuat film ini pincang karena terlihat seperti hanya menjual adegan-adegan kekerasan tanpa alasan yang jelas dan masuk akal. Belum lagi, adegan merokok di film ini terlihat sangat berlebihan (bahkan, saya memperhatikan bahwa di setiap kemunculannya, karakter Galang selalu membawa-bawa rokok dan mulutnya mengebulkan asap dengan gaya premannya), memberikan contoh yang tidak baik bagi penonton film ini yang saya yakin lebih dari 50 persen adalah pelajar. Selain adegan merokok yang berlebihan, adegan kekerasan di film ini pun terlihat berlebihan, membuat film ini justru jauh dari kesan nyaman untuk disaksikan.
Bagaimana dengan akting para pemainnya? Tidak ada yang istimewa. Bahkan, karakter Daud yang diperankan oleh Daud Radex datang dan pergi tanpa alasan yang jelas, membuat perannya nyaris hanya seperti cameo. Bahkan, kemampuan capoeira salah satu pemainnya, Volland, tidak terlihat sama sekali. Sangat disayangkan.
Tanggal rilis:
15 September 2011
Genre:
action
Durasi:
100 menit
Sutradara:
Nayato Fio Nuala
Pemain:
Guntur Triyoga, Volland Humanggo, Khrisna Patra, Daud Radex, Cinta Dewi
Studio:
Jelita Films














