Racik Obat dengan Teknologi 3D Printing
Di masa depan, email akan berperan lebih dari sekadar alat penyampaian pesan yang cepat, baik untuk keperluan bisnis maupun pribadi. Berdasarkan visi Craig Venter, email dapat berperan sebagai pengantar obat dan vaksin. Visi tersebut diwujudkan melalui kombinasi teknologi 3D printing dengan biosintesis dan konstruksi molekular. Dengan demikian, resep obat yang dikirim melalui email tidak hanya dicetak di atas kertas, tetapi dapat langsung diracik menjadi obat yang fungsional.

Ide tersebut berpotensi mengurangi kompleksitas dan pembengkakan biaya yang muncul dari sistem produksi vaksin terpusat. Dengan menggunakan printer 3D, resep obat dapat dikirim melalui email dan diproduksi langsung di farmasi setempat. Obat-obatan pun dapat dihadirkan dengan cepat dan langsung memenuhi kebutuhan pelanggan.
Dvice menyebutkan adanya kemungkinan farmasi di masa depan tidak lagi dihiasi rak-rak penuh obat, melainkan printer yang siap mencetak kebutuhan obat pelanggan. Kemampuan itu juga membuka kemungkinan pelanggan untuk mencetak obatnya sendiri di rumah. Namun, bukan berarti teknologi tersebut hadir tanpa risiko. Perpindahan informasi melalui internet membuka kemungkinan terjadinya penyusupan virus yang membahayakan kesehatan, bahkan dapat berakibat fatal.
Jika teknologi pencetakan obat diluncurkan secara komersial, apakah Anda tertarik untuk membelinya? Beranikah Anda mempertaruhkan kesehatan, bahkan hidup Anda demi kemudahan mendapatkan obat-obatan dan vaksin?














