Kekhawatiran Samsung dan LG akan Bisnis TV

Samsung Electronic dan LG Electronics, dua pabrikan TV top dunia tengah berencana melindungi bisnis TV mereka dari berbagi ancaman baru. Dua pembuat TV melihat adanya transisi konsumen elektronik menuju ke perangkat portabel, seperti tablet dan perangkat lainnnya yang berlayar besar. Keberadaan fitur TV semakin tersingkirkan, setelah banyaknya layanan streaming live hadir di tablet atau smartphone. Hal ini membuat permintaan TV high-end, dikhawatirkan mandek.
Seorang eksekutif LG khawatir akan manajemen perusahaannya yang bakal menderita laba kecil dari lini bisnis TV. “Tidak ada jalan keluar. Bahkan di Korea Selatan, LG Electronics sedang berjuang untuk bertahan hidup karena banyak orang tidak membeli TV. Situasi tidak jauh berbeda di Jepang dan pasar negara maju termasuk Amerika Serikat,” kata eksekutif tersebut yang enggan disebut namanya dilansir harian The Korean Times.
Walaupun di pasar negara maju bisnis TV melemah, Ia mengatakan, permintaan di pasar negara berkembang masih stabil. Di sana, LG mengadakan kampanye promosi agresif guna mendatangkan pelanggan lebih banyak lagi.
Bukan hanya keberadaan perangkat portabel yang jadi kekhawatiran LG maupun Samsung. Bagi mereka, keberadaan perangkat penyedia TV internet milik Google yang baru-baru ini dirilis, juga jadi ancaman baru. Itu adalah Chromecast, perangkat yang memungkinkan pengguna dapat menikmati layanan streaming video melalui HDTV-nya. Perangkat berbentuk modem itu dibandrol dengan harga US$ 35. Pada peluncuran pertamanya saja pekan lalu, Chromecast telah habis terjual.
“Jujur, produk itu buruk bagi produsen TV karena konsumen tidak ada alasan membayar lebih untuk web TV yang dibuat Samsung dan LG. Pengguna dapat mengakses semua layanan google dari layar TV mereka hanya dengan menghubungkannya dengan plugging seharga US$ 35 ke TV mereka,” kata seorang pejabat Samsung.
Pejabat itu menambahkan, berbagai produsen TV top dunia bakal berusaha keras memenuhi target penjualan tahun ini hingga 55 juta unit. Perusahaan juga akan mengubah fokus pangsa televisinya ke pasar negara berkembang dengan penetapan harga yang lebih kompetitif.
Penurunan pangsa pasar TV khususnya layar datar di Eropa juga diakui pihak eksekutif pemasaran Samsung. Bahkan permintaan TV lebih parah lagi dari sekedar penurunan. “Permintaan untuk TV layar datar telah terhenti di Eropa, tapi ini agak berbeda di Amerika Utara dan pasar negara berkembang yang mengalami pertumbuhan,” kata Sung Il-Kyung, wakil presiden di divisi strategi pemasaran visual Samsung.
Kedua produsen Tv tersebut juga mulai untuk memperbarui teknologi layar mereka, seperti organic light-emitting diode (OLED) dan ultra high-definition (UHD). Itu dilakukan guna diversitas bisnis baru dalam menggaet konsumen. Namun sayangnya, adaptasi teknologi OLED itu malah bikin harga TV itu pun makin mahal. Banyak konsumen rumah tangga merasa sayang, bila harus merogoh kocek di kisaran US$ 10.000 untuk sebuah TV OLED.
“Tapi masalahnya adalah bahwa konsumen umumnya tidak terlalu tertarik untuk membeli TV tersebut. Mereka ragu akan mendapatkan nilai kreatif dengan membeli TV premium (OLED). Itu tidak penting lagi dalam rumah tangga,” kata Kim Min-kyung, seorang penjaga toko di toko online HiMart yang berbasis di Seoul, Korea Selatan.

















