AS Paling Banyak Minta Data Pengguna ke Yahoo

Pemerintah Amerika Serikat memang selalu ingin serba tahu mengenai informasi rahasia yang ada di dunia maya, salah satunya email. Salah satu rakasa internet, Yahoo mengatakan, pihaknya telah menerima 12.444 permintaan data pengguna dari pemerintah AS selama semester pertama ini.
Laporan yang dirilis Yahoo menyebutkan, sebanyak 7.000 permintaan AS dari 1 Januari hingga 30 Juni, hanya merupakan data non-konten, seperti informasi dasar pelanggan, termasuk alamat email, alamat IP, nama, dan lokasi pengguna. Namun, lebih dari 4.500 permintaan merupakaan konten privasi yang sebenarnya, yakni percakapan pengguna mealalui email dan chat messenger, daftar alamat email di address book pengguna, serta file foto di Flicker.
Ada sebanyak 17 negara dengan total keseluruhan sebanyak 30 ribu permintaan data pengguna Yahoo. Selain AS, ada dua negara tertinggi namun dengan jarak cukup jauh dibanding pemerintahan Obama itu, yakni Jerman dan Perancis yang masing-masing sebanyak 4.295 dan 1.855 permintaan data. Dalam hal ini, pemerintah Indonesia tidak masuk ke dalam daftar laporan Yahoo tersebut.
Yahoo sendiri mengklaim, saat ini memiliki 700 juta pengguna aktif yang tersebar di 60 negara. Pihaknya juga mengatakan, secara teratur akan menolak permintaan data yang dirasanya tidak tepat, termasuk permintaan yang melanggar hukum. “Kami menyertakan permintaan keamanan dalam lingkup statistik agregat kami,” kata penasihat umum Yahoo Ron Bell dalam sebuah postingan di blognya.
Laporan itu dirilis di tengah serangkaian kebocoran informasi rahasia yang diungkapkan seorang mantan anggota National Security Agency (NSA) AS, Edward Snowden. Ia mengungkapkan kemampuan pemerintah AS dalam mengumpulkan data dan komunikasi digital masyarakat. Salah satu informasi Snowden yang paling krusial, yakni program Prism yang memungkinkan NSA dapat mengumpulkan data dari Google, Apple, Microsoft, Yahoo, dan perusahaan teknologi lainnya. Dua media besar yang pertama kali mempublikasikan informasi sakral Snowden ini, yakni The Guardian dan The New York Times.
Hal ini semakin membuat sebagian pengguna internet tidak lagi percaya dengan pemerintah AS dan perusahaan internet yang berbasis di negeri Paman Sam itu. Maka dari itu, Yahoo bersama yang lainnya seperti Twitter dan Facebook mencoba mengambil simpati masyarakat dengan merilis laporan tersebut. Hasilnya dari beberapa perusahaan internet yang merilis laporan serupa, pemerintah AS memang paling sering “Kepo” (Knowing every Particular Object).

 
                                                                                        

 
										 
										
 
										
 
										 
										
 
												







 
												
