Bagaimana Nasib Ponsel Murah Nokia di Tangan Microsoft?

Microsoft resmi membeli bisnis ponsel Nokia. Ini memungkinkan Microsoft punya kontrol penuh terhadap pasar smartphone Nokia yang selama ini ber-platform Windows Phone. Yang jadi masalahnya adalah, bagaimana dengan nasib ponsel murah non-OS Nokia yang harganya kurang dari Rp 1 juta? Harus diakui, selama ini ponsel itu masih mendominasi pasar negara berkembang, seperti di India dan termasuk di Indonesia. Bahkan beberapa tahun silam, ponsel murah Nokia sempat menyandang predikat “HP Sejuta Umat”.
Beberapa waktu lalu setelah pengumuman akuisisi Nokia, CEO Microsoft Steve Ballmer sempat mengakui ponsel murah itu berhasil terjual hingga 50 juta unit pada kuartal terakhir tahun ini. Namun Ballmer berharap, pengguna ponsel murah Nokia nantinya lambat laun akan beralih ke smartphone windows Phone dengan harga yang lebih mahal. “Kami melihat itu sebagai sistem pengumpan yang sangat baik ke dalam smartphone dan cara untuk menyentuh orang banyak dengan layanan kami, meskipun dengan perangkat low-end,” kata Ballmer.

Kendati demikian, analis memperingatkan, hal itu lebih mudah diucapkan ketimbang dilakukan. Masalahnya menurut Jayant Kolla, analis di Convergence Catalyst, Microsoft kurang begitu pengalaman dalam hal ritel dan rantai pasokan Nokia yang tersebar di seluruh dunia. Ia mengatakan, Microsoft membutuhkan pengelolaan rantai pasokan dan distribusi yang ketat dan membangun merek melalui apa yang disebut word-of-mouth. “Bisnis perangkat, khususnya bisnis non-smartphone di pasar negara berkembang sama sekali berbeda dan dinamis,” imbuhnya.
Di India, Nokia sudah hadir sejak pertengahan 1990. Negara itu menyumbang tujuh persen pendapatan Nokia pada 2012 lalu, sementara Amerika Serikat berada di bawah sedikit, yakni enam peren. Pihaknya pun, sebelum dibeli Microsoft telah memiliki sekitar 200 ribu outlet reatail yang tersebar di India. Dari angka itu, 70 ribunya hanya menjual perangkat ponsel murah Nokia.
Sayangnya, akhir-akhir ini pasar Nokia di negara terpadat kedua di dunia itu mulai sedikit demi sedikit mulai tergerus. Pasalnya, vendor smartphone Android lokal mulai berani menawarkan harga murah kurang dari US$ 100. Belum lagi, penetrasi yang terus dilakukan Samsung di India, hingga membuat pabrik perangkitan smartphone di sana.
“Jika Anda melihat pasar seperti di India dan Indonesia, lebih dari 70 persen volume penjualan berasal dari bisnis feature phone (ponsel non-OS). Ini masih bagian penting dari pasar secara keseluruhan,” ujar Anshul Gapta, analis utama di periset pasar teknologi Gartner.
Baik Nokia maupun Microsoft disarankan untuk mendukung merek ponsel layar sentuh murahnya, yakni Asha-series. Feature phone itu terbilang murah di pasaran dengan harga di bawah Rp 1 juta. Hal ini diharapkan agar Nokia Asha bisa bersanding dengan Lumia 520, smartphone Windows Phone termurah saat ini dengan harga sekitar Rp 1,8 jutaan maupun smartphone lainnya. Terlebih, pada kuartal kedua ini, Nokia Asha juga mulai mengalami penurunan penjualan dari kuartal sebelumnya hingga 700 ribu unit menjadi 4,3 juta unit.
(sumber: Reuters)














