Diterpa Isu Keamanan, ZTE Tetap Perluas Bisnis Cloud Global

Raksasa teknologi asal Cina, ZTE berencana untuk memperluas bisnis layanan cloud computing di luar negeri. Meskipun terdapat sejumlah masalah seperti isu keamanan yang mengaitkan ZTE dan pesaingnya, Huawei punya hubungan dekat dengan pemerintah komunis Cina, pihaknya akan tetap berekspansi.
“Saat ini, data pribadi telah menjadi topik panas. Tetapi kami memahami bahwa setiap pelanggan punya kebutuhan dan karakteristik sendiri dan kami selalu memantau perkembangan di industri ini,” kata Zhu Jinyun, general manajer di unit cloud computing dan operasi produk TI di ZTE, dilansir Reuters.
Guna meredakan kekhawatiran pelanggan mengenai masalah keamanan, ZTE mengatakan telah memiliki sertifikasi yang relevan dari pihak setiga. Sampai sejauh ini, Zhu mengklaim, belum menemukan adanya pelanggaran keamanan. Bahkan, pihaknya berani menyediakan suatu kode sumber jika diperlukan. “Kami telah berada di pasar luar negeri selama 20 tahun dan jika ada masalah, kami akan menemukannya,” ujar Zhu.
Zhu menargetkan, bisnis cloud akan memberikan kontribusi sebesar 10 persen bagi pendapatan ZTE secara keseluruhan pada akhir tahun nanti atau naik 7 hingga 8 persen dari tahun lalu. Sayangnya, Ia enggan membeberkan nilai pendapatan dari bisnis tersebut. Di pasar cloud computing Cina sendiri, ZTE pun bersaing dengan China Telecom.
Kendati demikian analis mngatakan, beberapa negara barat tetap menaruh kecurigaan terhadap perusahaan Cina. Sebagai contoh, ZTE dan Huawei sudah tidak diperbolehkan lagi untuk menyediakan peralatan telekomunikasi ke operator seluler di Amerika Serikat karena kekhawatiran keamanan.
“Untuk menawarkan layanan internasional, saya pikir, secara alami akan menjadi tingkat kekhawatiran mengenai isu keamanan data. Perusahaan Cina mungkin tidak dapat memenuhi beberapa legislatif persyaratan di beberapa pasar utama,” kata Chris Morris, analis industri cloud computing di IDC.
Pada 2020 nanti, menurut periset Forester, pasar cloud computing global diprediksi akan mencapai lebih dari US$ 241 miliar atau meningkat dari 2011 silam yang hanya sebesar US$ 30,3 miliar. Pada masa itu, Jepang akan menjadi pasar terbesar, lalu diikuti oleh Cina. Sementara pemain besarnya didominasi oleh Amazon, Google, dan Salesforce.













