Lie Detector Bakal Hadir di Jejaring Sosial
Rumor dan fakta sering bercampur aduk dan meyebar di jejaring sosial. Akibatnya, pengguna dunia maya mulai kesulitan, apakah informasi yang didapatnya itu dari Facebook maupun Twitter benar atau tidak. Menjawab kegalauan tersebut sekelompok peneliti dari universitas, kini tengah membangun suatu sistem perangkat lunak secara otomatis yang mampu memverifikasi rumor di dunia maya.

Sistem tersebut layaknya sebuah alat pendeteksi kebohongan atau Lie Detector. Sistem ini nantinya mampu menganalisa secara langsung dan otomatis, apakah informasi tersebar di internet benar adanya. Peneliti tersebut menamai sistem pendeteksi kebohongan ini sebagai “pheme” yang diambil dari nama mitologi Yunani-berarti rumor.
Peneliti mengatakan, rumor online akan diklasifikasi ke dalam empat jenis: Speculation; (misalnya, apakah nilai tukar Dolar terhadap Rupiah bakal melemah), Controversy; (misalnya, keberadaan hantu di suatu tempat), Misinformation; (informasi palsu yang disebarkan secara tidak sengaja), dan Disinformation (informasi palsu yang disebarkan dengan tujuan jahat).
Seperti dilansir dari BBC, sistem nantinya akan mengklarifikasi berbagai akun sumber guna menilai keabsahan dari informasi tersebut. Kategori akun sumber tersebut meliputi portal berita, wartawan, pakar, saksi, masyarakat, dan berbagai akun bot. Sistem juga akan menganalisa, apakah akun-akun tersebut dibuat hanya untuk menyebarkan rumor belaka yang sulit dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Percakapaan di jejaring sosial akan dipelajari guna melihat, bagaimanan perkembangan informasi itu beredar. Sumber informasi beruntun pun juga ikut diperiksa sehingga pada akhirnya, informasi dapat dikonfirmasi atau ditolak kebenarannya.
“Hanya teks yang akan dianalisis sistem. Kami tidak akan melakukan analisis terhadap gambar. Jadi kami tidak akan mencari gambar untuk melihat apakah foto telah diubah atau tidak. Hal itu terlalu sulit dilakukan secara teknis,” kata kepala peneliti dari University of Sheffield, Dr Kalina Bontcheva.
Tujuan dari sistem informasi dibuat guna membantu berbagai organisasi, termasuk organisasi pemerintah, LSM, lembaga kesehatan, wartawan, layanan darurat, dan perusahaan dalam menanggapi suatu rumor maupun informasi palsu yang beredar.
Proyek yang dilakukan sejak 2011 silam ini melibatkan tim peneliti dari lima universitas, yakni Sheffield, Warwick, King College London dari Inggris serta Saarland di Jerman dan Modul dari Austria. Bukan hanya kalangan akademis saja, pihak perusahan pun juga banyak yang terlibat terlibat, yakni Atos, iHub, Ontotext, dan Swissinfo. Proyek inipun diperkirakan telah menelan dana sekitar £ 3,5 juta (Rp 69 miliar).













