ZTE Berambisi Smartphone-nya Diakui Dunia
Selama ini, pasar smartphone premium yang ditopang spesifikasi high-end dan harga mahal selalu dikuasai sejumlah vendor ternama, seperti Apple, Samsung, Sony, dan LG. Sementara vendor smartphone yang belum diakui secara global, terutama dari China tampaknya sulit mendapatkan tempat di pasar tersebut. ZTE yang selama ini terkenal sebagai penyedia peralatan jaringan telekomunikasi tak ingin kondisi itu terus berlanjut.

ZTE menegaskan, mulai tahun depan nanti akan meningkatkan jajaran smartphone yang masuk dalam kategori premium untuk bersaing dengan sejumlah vendor raksasa tersebut. “Kami akan membuat smartphone premium lebih banyak lagi,” kata Zeng Xuezong, Wakil Presiden ZTE, seperti dilansir Reuters.
Pihaknya bahkan menetapkan target pengiriman ponselnya di tahun depan dan tahun berikutnya. Pada 2015 nanti, ZTE berharap bisa mengirimkan ponsel hingga 80 juta unit, dan tahun 2016 akan meningkat menjadi 100 juta unit. Target pemasaran tersebut melebihi dua kali lipat hasil pengiriman ponselnya pada tahun lalu yang hanya mencapai 40 juta unit saja.
Menurut Zeng, salah satu ciri khas fitur yang mesti tertanam di ponsel premium, ialah mendukung jaringan 4G. Zeng menambahkan, dengan dukungan teknologinya sebagai salah satu penyedia infrastruktur jaringan telekomunikasi terbesar di dunia, sekitar 60 persen pengiriman ponselnya akan berasal dari ponsel premium yang dilengkapi dukungan 4G.
Zeng tampak optimis dengan target tersebut setelah pengiriman smartphone premiumnya, Nubia Z5 yang dihargai US$ 480 telah meningkat hingga 300 persen pada tahun ini. Saat ini, ZTE berada di posisi sembilan sebagai pasar smartphone global.

ZTE bukan satu-satunya vendor yang berambisi masuk ke pasar smartphone premium. Dua rival se negaranya, Huawei melalui smartphone seri Ascend dan Lenovo lewat seri Vibe juga berambisi mendepak Apple iPhone dan Samsung Galaxy S-series dari posisi puncak.
Selama ini, Vendor asal China memang tak mudah menghadapi persaingan seperti ini. Terlebih, selalu ada stigma yang muncul dari mayoritas konsumen bahwa lebih baik membeli ponsel mahal di atas US$ 450 dari vendor yang sudah tenar ketimbang dari vendor Tiongkok yang biasanya memproduksi smartphone murah.
“Memang ada kesenjangan antara kesadaran merek perusahaan Tiongkok dan merek-merek global seperti di atas, dan ini adalah apa yang tim kami sedang upayakan untuk membangunnya bagi konsumen kami,” ungkap Zeng.
Namun uniknya, stigma semacam ini justru tak selamanya berlaku bagi vendor seperti Oppo dari China dan HTC dari Taiwan. Kedua vendor tersebut dari awal memang menegaskan, pihaknya hanya fokus menjual smartphone premium.













