Fortinet: Teknik Serangan Malware Makin Lihai dan Meningkat di 2016
Tingkat kesadaran akan pentingnya sistem keamanan yang baik, khusus bagi kalangan pebisnis di Tanah Air masih tergolong minim. Hal tersebut bisa dilihat dari laporan yang diperoleh Fortinet sejak 2012 lalu hingga 2015, tercatat ada sekitar serangan 36.6 juta kejahatan cyber di Indonesia. Pihak kepolisian Indonesia pun telah berhasil mengamankan para pelaku tersebut yang dianggap telah merugikan negara mencapai Rp 33.29 miliar.
Fortinet selaku perusahaan penyedia software keamanan terkemuka, hari ini (15/12) secara resmi mengemukakan prediksi mengenai serangan malware yang bakal terjadi di tahun 2016 mendatang. Prediksi ini diharapkan mampu meningkatkan kesadaran, baik skala perusahaan maupun pemerintah dalam menanggulangi kejahatan cyber di masa yang akan datang. Uniknya, setiap kejahatan cyber yang muncul selalu menyusup dengan cara yang berbeda-beda. Bahkan sangat sulit terdeteksi.

Pada kesempatan ini, Jeremy Andreas selaku Country Manager Fortinet Indonesia menyampaikan beberapa prediksi berdasarkan hasil penelitian FortiGuard Labs. Beberapa malware yang diprediksi bakal masih aktif di tahun 2016 dikategorikan sebagai Blastware yang terdiri dari Dark Wipers, Ransomware, Dorkbot dan Rombertik. Keempat malware ini memiliki cara menyusup yang sangat pintar dan cukup sulit terdeteksi. Selain itu, salah satu malware seperti Rombertik dianggap paling berbahaya karena mampu menghapus dari MBR (Master Boot Record) sehingga memiliki potensi merusak hard disk.
Kemudian ada juga ancaman yang dikategorikan oleh FortiGuard dengan nama Ghostware yang dirancang khusus untuk menuntaskan misinya dalam mengambil data secara tersembunyi. Malware yang masuk ke dalam kategori ini mampu menghapus jejaknya sebelum sistem pengukur keamanan mendeteksi bahwa telah terjadi pencurian data.
Lalu apa yang menjadi faktor meningkatnya ancaman malware yang semakin unik dan canggih di tahun 2016 mendatang ini? Pihak Fortinet menyebut ada dua faktor yang bakal menyebabkan meningkatnya serangan malware di tahun depan, di antaranya IoT (Internet of Things) dan Cloud.
“Pasca terjadinya kejahatan cyber, sistem keamanan jaringan di Indonesia saat ini masih harus ditingkatkan, mengingat ancaman yang telah terjadi sampai merugikan negara. Agar seluruh data tetap terjaga, perusahaan dan organisasi-organisasi di Indonesia harus membuat sistem keamanan yang saling terintegrasi yaitu dengan sistem end-to-end. Sistem tersebut memberikan perlindungan tidak hanya pada pusat data tapi juga memberikan perlindungan lengkap yang dimulai dari endpoint lalu edge, core, sampai di pusat data dan berakhir pada cloud“, Ujar Jeremy.
Jeremy pun menambahkan agar kedepannya, baik pihak perusahaan maupun organisasi pemerintahan harus selektif dalam memilih sistem keamanan yang digunakan. Agar nantinya perusahaan dan organisasi dapat mengantisipasinya dengan cepat.














