Mampukah Vendor Baru Kuasai Pasar Smartwatch?

Satu tahun lalu, ketika ajang Consumer Electronics Show (CES) digelar, vendor kecil menjadi pembaharu di industri arloji dengan menghadirkan jam tangan yang dapat terhubung ke smartphone. Namun CES kali ini, berbagai nama besar seperti Samsung, Qualcomm, Sony Intel sudah mulai bermain di gadget tersebut.
Inilah yang kemudian, membuat vendor baru yang kurang tenar di industri teknologi, seperti Pebble, Archos, PH Technical Labs, Kreyor, hingga Nike mulai kesulitan mendapat perhatian publik karena terhalang oleh nama raksasa tersebut. Meski demikian, mereka pun turut ambil bagian memamerkan perangkat wearable-nya dalam ajang internasional tersebut.
“Bakal ada banyak pemain di dalam pasar ini. Smartwatch merupakan produk yang keren dan menyenangkan. Orang punya banyak ide tentang bagaimana memanfaatkan teknologi tersebut,” kata Patricia Roche, wakil presiden pemasaran dan penjualan di Kreyos. Perusahaannya mulai menjual jam tangan pintar bernama Meteor dengan harga sekitar US$ 170 pada Januari ini.

Lalu contoh lainnya, dilansir dari Wall Street Journal, ialah Pebble, startup asal California yang dianggap sebagai pelopor jam tangan pintar. Pihaknya mulai mendesain ulang jam tangan pintar versi pertama mereka agar bisa bersanding dengan Samsung Galaxy Gear yang telah hadir di pasaran. Pebble juga mengumumkan, akan memproduksi bodi jam tangan pintarnya menjadi baja antikarat seharga US$ 249.
Sebenarnya, tidak sedikit perusahaan yang kesulitan juga membuat jam tangan pintar dari desain awal arloji digital konvensional. Itu terkait, mengubah layar monokrom menjadi layar berwarna yang mampu menampilkan notifikasi dari smartphone dan dilengkapi sejumlah sensor.
Namun hal tersebut tidak menghalangi sebagian dari mereka. Pada kenyataannya, perusahaan seperti Nike bisa memikat pasar dengan menampilkan wearable sederhana dengan funngsi yang dikhususkan untuk olahraga dan kesehatan. Jam tangan pintar buatan Nike tersebut hanya memiliki layar kecil untuk menampilkan informasi dasar dan dilengkapi sensor aktivitas penggunanya. Bentuknya pun lebih mirip seperti gelang. Nike pun tak sendiri. Ada Fitbit dan Jawbone yang juga memberikan konsep jam tangan pintar serupa. Bahkan, Up buatan Jawbone tak dibekali layar sedikitpun.
Pada dasarnya, jam tangan pintar dianggap sebagai gadget pelengkap untuk smartwacth. Pengguna pun tak perlu lagi merogoh kantongnya untuk mengambil smarphone mereka, hanya sekedar mengecek notifikasi pesan, email, dan jejaring sosial. Mereka tinggal melihat jam tangannya, maka notifikasi secara akurat dari smartphone-nya dapat langsung ketahuan.
Kendati demikian, analis berpendapat, smartwatch generasi awal saat ini masih terlalu besar dipakai di pergelangan tangan pengguna. Daya tahan baterainya pun tidak cukup lama dipakai berminggu-minggu tanpa daya baterainya diisi. Sehingga memunculkan spekulasi, gadget tersebut hanya mampu memikat para “early adopter” atau pengguna yang terlalu antusias dengan adanya teknologi baru.
“Bagi saya, tantangan nomor satu adalalah perangkat lunak. Perusahaan bertujuan dapat membangun aplikasi sendiri, bukan mengandalkan pengembang luar. Ini memastikan agar mampu menawarkan pengalaman yang konsisten dan memikat pelanggan,” ungkap Loic Poirier, CEO Archos yang juga menambahkan, akan menjual jam tangan pintarnya di kisaran US$ 70 hingga US$ 130.













